Sabtu, 27 Desember 2014



Indonesia merupakan negara kaya yang mempunyai keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang ssangat berlimpah. Sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya. Tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikro organisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi gas alam, berbagai jenis logam, tanah, dan air. Seluruhnya berlimpah di Indonesia.
Pemanfaatan sumberdaya alam yang begitu berlimpah di Indonesia harus dilakukan dengan bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang karena aspek pelestarian juga harus diperhatikan dengan baik agar ekosistem alam yang ada tidak begitu saja habis oleh kerakusan saat ini.
Dengan luas wilayah sekitar 5.193.250  Km2 yang mencakup luas daratan sekitar 1.919.440 Km2, luas lautan sekitar 3.273.810 Kn2, serta banyaknya pulau sekitar 17.508 pulau. Terbentang sepanjang 3.977 mil dari samudera Indonesia sampai samudera pasifik dan berada di iklim tropis dan setiap tahunnya mendapatkan sinar matahari yang yang cukup. Ini lah yang membuat sumberdaya alam Indonesia sangat berlimpah dan harus dimanfaatkan sebaaik-baiknya untuk kepentingan rakyatnya susuai amanat unndang-undang dasar 1945 pasal 33 ayat 3.
Apabila ditarik kesejarah Indonesia adalah negara maritim pemanfaatan sumberdaya alam oleh kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa diatas bumi nusantara amat bergitu memanfaatkan keberlimpahan kelautan. Kerajaan Mataram dan Sriwijaya serta banyak kerjaan di nusantara memanfaatkan kelautan untuk jalur ekonomi, mencari ikan, dan lain sebagainya yng berurusan dengan maritim.
Harusnya sejarah tersebut membuat pemerintah Indonesia membuka mata bahwa kelautan Indonesia memiliki potensi yang beasr jika dimanfaatkan dengan baik. Minimnya pembangunnan yang berbasis kelautan lah yang menjadi permasalahan besar bagi bangsa Indonesia. Pengelolaan kelautan yang baik dan ramah seharusnya dapat dilakukan jika seuruh elemen masyarakat dan pemerintah pusat atau daerah serius dalam menangani hal ini.
Minimnya pendidikan yang dimiliki masyarakat pesisir akan hal kelautan lah yang sebetulnya menjadi bahaya karena masyarakat tersebut lah yang bersentuhan langsung dengan sumber kelautan. Masyarakat pesisir tidak hanya memanfaatkan kelautan untuk kebutuhan sehari-hari saja, masyarakat pesisir memanfaatkan pula hasil laut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Penetapan Peraturan Pemerintah Nomer 55 Tahun 2001 tentang pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memungkinkan adanya terobosan baru untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta untuk meningkatkan kelestarian lingkungan, konservasi sumber daya alam, ekonomi, kesejahteraan rakyat dan sosial budaya. Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat menyokong terbentuknya masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada.
Perubahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang relatif baru ini dimaksudkan untuk lebih mengakomodasikan berbagai kepentingan pembangunan secara menyeluruh diwilayah ini yang bermanfaat bagi pendapatan asli daerah yang masih kecil dari wilayah ini dengan membangun sektor industri pariwisata kelautan dan sektor lain yang terkait, serta membangun sumberdaya manusia yang lebih memiliki daya saing tinggi dalam bidang pengelolaan pariwisata dan kelautan.
Sebagian besar penduduk yang berada di Kepulauan Seribu adalah nelayan, dengan pola permukiman terpencar-pencar mengikuti pola pulau yang ada. Melihat pekerjaan sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu adalah nelayan dapat kita tarik kesimpulan bahwa sumbangan terbesar pendapatan total rumah tangga di Kepulauan Seribu adalah usaha dari sektor nelayan.artinya masyarakat sangat bergantung dengan potensi kelautan yang ada di sekitarnya.
 
Kekayaan alam yang berlimpah di kepulauan seribu sebetulnya memiliki potensi yang sangat tinggi baik dalam bidang pariwisata atau perikanan yang ada, namun dilain sisi masih kita jumpai rendahnya pendapatan ekonomi masyarakat sekitar. Ketimpangan ini lah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu untuk lebih meningkatkan pemanfaatan sumber daya kelautan demi meningkatkan perekonomian masyarakat.
Ada pula permasalahan lain yaitu transportasi masyarakat menuju kepulauan seribu yang sebetulnya adalah kapal nelayang yang diperutukan untuk mencari hasil laut seperti ikan, udang dan lain sebagainya. Disatu sisi memang trasportasi tersebut harganya terjangkau namun dilain sisi perlu diperhatikan bagaimana keselamatan para penumpang yang mayoritas adalah wisatawan baik lokal ataupun mancanegara.
Diperlukan adanya sedikit saja perhatian dari pemerintah dalam permasalahan transportasi ini, demi menjamin keselamatan para penumpang yang menaiki angkutan yang biasa disebut ojek oleh para masyarakat sekitar. Apabila ada pernah berkunjung kepulau seribu pasti anda menaiki kapal ini. mengerikan memang penumpang disesaki dengan penumpang lain, atau bisa kita lihat kaal inipun di gunakan sebagai kapal pengangkut barang.
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki luas wilayah perairan seluas 6.997,50 KM2 dengan gugusan kepulauan yang indah. Luas perairan tersebut memiliki keberlimpahan kekayaan termasuk trumbu karang, ikan, udang dan lain sebagainya yang dapat kita jumpai dilautan pada umumnya. Sayangnya keberlimpahan lautan tersebut masih dirasa kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat sekitar, masih terdapat sampah yang mengapung diatas permukaan perairan Pulau Seribu dan dapat mengganggu transportasi untuk menuju ke kawasan pariwisata Kepulauan Seribu. Permasalahan sampah tersebut bukan saja mengancam transportasi masyarakat ataupun wisatawan namun juga mengancam kelstarian ekosistem yang ada.
Sampah yang bertebaran di perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ini telah menjadi persoalan yang sangat serius karena menjadi ancaman kelestarian alam laut dan juga industri bahari Pulau Seribu. Sampah tersebut berasalah dari sungai yang ada di Jakarta, Jawa Barat dan Banten yang akhirnya bermuara di Laut Jawa yang kalau dilihat adalah letak Kepulauan Seribu. 

Permasalahan sampah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu saja, namun sebetulnya menjadi masalah nasional karena di Kepulauan Seribu terdapat Taman Nasional yang menjadi cagar alam tempat berlindung bagi biota laut. Sampah tersebut pula menjadi ancaman bagi masyarakat sekitar karena masyarakat sekitar sangat bergantung pada kekayaan lautan untuk dapat meningkatkan kesejateraannya seperti mencari ikan dan dalam sektor pariwisata bahari.
Peningkatan pemanfaatan dan pengelolaan potensi kelautan yang ada di Pulaus Seribu seyogyanya adalah tanggung jawab para stage holder dan masyarakat sekitar yang bersentuhan langsung dengan potensi yang ada. Ketimpangan antara sumber daya alam yang berlimpah dan minimnya pengetahuan masyarakat untuk mengelolanya menjadi sumber pendapatan demi meningkatkan taraf hidup menjadi tugas pokok pemerintahan daerah agar dapat memanfaatkan antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia yang ada.
Pemerintah Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu terus meingkatkan potensi kelautan yang ada dengan berbagai cara membangun dan merawat sektor pariwisata kelautan demi peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Kamis, 18 Desember 2014

 

Desa merupakan kestuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan desa merupakan bagian integral sekaligus titik sentral dari pembangunan nasional, pembangunan yang memiliki hakikat dan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dari atas hingga bawah.
Dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan sejumlah program pembangunan pedesaan dengan beberapa penyebab kegagalannya mengundang sejumlah pertanyaan mendasar tentang apa sesungguhnya pembangunan pedesaan itu, pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat desa, tapi apakah masyarakat desa ikut terlibat secara penuh dan mendapatkan manfaat sehingga hasil pelaksanaan berbagai program pembangunan pedesaan telah efektif mengubah taraf kesejahteraan masyarakat desa.
Sejalan dengan pernyataaan diatas, maka pembangunan pedesaan yang telah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan tidak dapat berjalan begitu saja tanpa didukung oleh partisipasi masyarakat. Dalam pembangunan desa partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan sebagai pendukung agar pembangunan lebih berhasil serta peranan pemerintah dan DPRD yang sudah waktunya untuk serius lebih menangani pembangunan desa.
Salah satu usaha pemerintah mengadakan otonomi daerah sehingga suatu daerah dapat leluasa membangun dan mengelola sumber pendapatannya sendiri. Dibuktikan oleh Kabupaten Bantaeng yang berhasil membangun desa yang mandiri dengan mengadakan program-program pembangunan dan penyadaran kepada masyarakat desa.
Keberhasialan Kabupaten Bantaeng mengelola desa tidak terepas dari peranan DPRD Kabupaten Bantaeng yang berhasil membentuk desa mandiri dan memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tidak hanya itu masih banyak peranan DPRD Kabupaten Bantaeng yang secara signifikan merubah keadaan desa di Kabupaten Bantaeng menjadi desa yang mandiri dan dapat disandingkan dengan desa yang berada di bagian Indonesia lain yang secara finansial lebih dahulu terdepan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas yang melatar belakangi penulis untuk mencari tahu apa dan bagaimana “Peran DPRD Kabupaten Bantaeng dalam Melakukan Pembangunan Desa”

1.2  Perumusan Masalah
1.      Bagaimana peranan DPRD Kabupaten Bantaeng dalam melakukan Pembangunan Desa ?
2.      Apa saja Peraturan Daerah yang berhasil disahkan untuk pembangunan desa di Kabupaten Bantaeng ?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini adalah:
1.      Mengkaji bagaimanakah peran DPRD Kabupaten Bantaeng dalam melakukan pembangunan desa.
2.      Mencari tahu apa saja Peraturan Daerah yang telah disahkan untuk pembangunan desa.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peranan DPRD Kabupaten Bantaeng dalam Melakukan Pembangunan Desa.
a. Pembentukan dan Pengelolaan DUMDes
Peranan DPRD Kabupaten Bantaeng yaitu menetapkan Peraturan Daerah Nomer 10 Tahun 2006 tentang tata cara pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes adalah suatu badan usaha yang dikelola oleh pemerintah desa dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat desa. Sehingga desa dapat mandiri dalam perekonomian sekaligus juga membantu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
            Sebagai wahana pemberdayaan masyarakat BUMDes Kabupaten Bantaeng dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 400 orang (244 orang laki-laki dan 156 orang perempuan) serta memberi manfaat pada ekitar 4.191 jiwa dengan kemudahan yang diberikan seperti: air bersih, kebutuhan pokok, kebutuhan pertanian,  kebutuhan modal dan tempat pembelajaran untuk mendapatkan keterampilan.
            Dari 46 desa yang ada di Kabupaten Bantaeng seluruhnya telah memiliki BUMDes, ini sangat membantu masyakat dalam memenuhi kebutuhan serta menguntungkan bagi pemerintahan baik desa maupun Kabupaten.  Salah satu BUMDes yang mengelola potensi desa dengan baik yaitu BUMDes desa Labbo, di Kecamatan Tompobolu. Didesa ini BUMDes mengelola jasa air berssih untuk kebutuhan warga. Pengelolaan air bersih ini berdampak positif untuk kerukunan masyarakat sekitar yaitu meminimalisir peluang konflik di masyarakat karena sebelumnya masyarakat di hulu yang bertempat tinggal dekat mata air memperoleh air dengan melimpah sedangkan masyarakat di hilir kekurangan air bersih sehingga menjadi pemicu sengketa. Dengan adanya BUMDes di desa ini air bersih sudah bisa dinikmati warga secara merata khususnya pada 300 KK di tiga dusun yang sebelumnya sering berselisih.
          Pembentukan BUMDes oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Bantaeng melalui tiga fase. Pertama, tahap fasilitasi pendirian BUMDes di 46 desa pada tahun 2008. Kedua, tahap penguatan kapasitas pengelolaan BUMDes pada 2009. Fase ini meliputi pendampingan terhadap pengelola dan pelatihan manajemen, persiapan piranti organisasi (Anggaran Dasar-AD/Anggaran Rumah Tangga-ART, akta organisasi), persiapan rencana penggunaan anggaran hingga penyusunan Standard Operasional Prosedur (SOP). Lalu, fase ketiga adalah penguatan modal usaha berupa penyaluran bantuan hibah untuk anggaran operasional BUMDes. Tahap ini dilakukan pada awal 2010 dan masing-masing BUMDes menerima Rp100 juta.
          Pada setiap pembentukan BUMDes selalu diawali dengan musyawarah desa dan dimintakan persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang kemudian dilegalisir oleh notaris. BUMDes yang telah berdiri tersebut kemudian membentuk pengurus yang terdiri dari unsur pemerintah desa sebagai penasehat/komisaris dan unsur masyarakat sebagai pelaksana/direksi.
            Setelah lembaga dan pengelola terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan BUMDes berdasarkan kaidah-kaidah lembaga ekonomi. Misalnya, penguatan modal BUMDes mengacu pada Rencana Kegiatan Usaha (RKU) dan SOP dari masing-masing BUMDes. Setiap BUMDes juga harus memiliki core business berdasarkan potensi desa di mana BUMDes tersebut berada. Misalnya, satu desa yang potensi ekonominya sektor pertukangan maka BUMDes diarahkan untuk bergerak di sektor pertukangan meskipun tetap memungkinkan menggarap potensi ekonomi desa lainnya. Dalam menjalankan core business-nya, BUMDes memiliki channeling dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Artinya, kegiatan sektor pertanian maka koordinasinya dengan Dinas Pertanian.
          Saat ini BUMDes di Bantaeng mengelola beragam jenis kegiatan usaha diantaranya: grosir barang campuran, perdagangan hasil bumi, toserba, pengadaan saprodi, bantuan modal usaha pedagang kecil, jasa rekening listrik, pengelolaan air minum, penggemukan sapi, usaha simpan pinjam, usaha layanan alat tulis kantor (ATK), jasa foto copy, pertukangan, dan lain sebagainya. Guna semakin menggiatkan usaha BUMDes, enam BUMDes yang bergerak di sektor perdagangan hasil pertanian dan terletak di wilayah-wilayah ketinggian mendapatkan bantuan mobil operasional.
          Setahun setelah mendapatkan dana stimulan sebagian besar BUMDes telah beroperasi normal. Melayani kebutuhan masyarakat di desa sehingga masyarakat tidak perlu membuang biaya transportasi ke kota untuk berbelanja karena sebagian besar kebutuhnya bisa dipenuhi di BUMDes. Alhasil, transaksi harian di BUMDes tercatat pada kisaran Rp200 ribu-Rp1 juta.
b. Hibah Atas Tanah Milik Daerah ke Kementrian Ketenaga Kerjaan
            DPRD Kabupaten Bantaeng menyetujui pelepasan atau hibah atas hak tanah daerah yang dimiliki Kabupaten Bantaeng untuk dijadikan BLK (Balai Lapangan Kerja) Pertanian dengan luas tanah sekitar 15 Hektare. DPRD Kabupaten Bantaeng menyetujui karena nantinya akan bermanfaat bagi kualiatas SDM yang siap untuk bekerja didalam ataupun di luar negri.
            Keuntungan untuk masyarakat desa Kabupaten Bantaeng sendiri yaitu, akan memudahkan masyarakat yang ingin bekerja diluar daerah. Karena Balai Lapangan Kerja akan menyalurkan tenaga kerja yang berasal dari desa tersebut untuk bekerja lebih layak dan tentunya mendatkan pengalaman yang baik dari adanya BLK tersebut.
          Surat Keputusan DPRD Bantaeng nomor: 14/KPTS-DPRD/X/2012 tentang Persetujuan pelepasan Hak Atas Tanah Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng Dalam Bentuk Hibah Kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI ini adalah suatu babak baru yang dimiliki Kabupaten Bantaeng dengan adanya BLK.
4.2 Peraturan Daerah yang Berhasil Disahkan Untuk Pembangunan Desa
1. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomer 5 Tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan Daerah ini berfungsi untuk menetapkan peraturan desa bersama kepala desa dan menampung penyaluran aspirasi masyarakat desa.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomer 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Peraturan daerah ini berfungsi agar dalam penyusunan organisasi tidak ada kerancuan dan dapat dipahami fungsi dari susunan organisasi tersebut, sedangkan tata kerja pemerintahan desa berfungsi untuk memberikan arahan bagaimana seharusnya pemerintah desa itu ada dan terbentuk.
3. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomer 8 Tahun 2006 tantang Kerja Sama Desa. Peraturan Daerah ini bertujuan agar desa  dapat mengadakan kerjasama antar Desa yang dilakukan sesuai kewenangannnya untuk kepentingan desa dan diatur dengan Peraturan Bersama yang dilakukan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD dan dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.
4. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomer 9 Tahun 2006 tentang Sumber Pendapatan Desa. Peraturan daerah ini bertujuan untuk memperjelas sumber pendapatan yang diperoleh desa, ada pun sumber pedapatan desa di Kabupaten Bantaeng diperoleh dari: hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain pendapatan asli desa yang sah, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten Bantaeng, bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten Bantaeng, bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten, dan hibah serta sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.




BAB V
PENUTUP
A.    Keimpulan
Peranan DPRD dalam pembangunaan suatu desa sangatlah penting. DPRD bertugas mendengarkan keluhan dari masyarakat yang nantinya keluhan tersebut diwujudkan dengan membuat Peraturan Daerah yang berkaitan dengan kebutuhan daerah setempat.
Tidak ada yang tidak mungkin, walaupun Kabupaten Bantaeng terasa asing ditelinga Kabuaten ini dapat membuktukan kekuatannya. Beranjak dari daerah tertinggal, Kabupaten Bantaeng kini lebih mengungguli daerah-daerah lainnya yang ada di pulau Jawa. Ini semua berkat kerja keras seluruh masyarakat yang diwujudkan oleh Kepala Daerah Kabupaten Bantaeng yang saat ini tengah memimpin Kabupaten Bantaeng jilid ke dua yaitu DR. Ir. H. M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr.
Walaupun dahulu Kabupaten Bantaeng masuk klasifikasi daerah tertinggal, kini Kabupaten ini keluar dari klasifikasi tersebut. Hal ini dikarenakan peningkatan taraf ekonomi masyarakat yang berhasil ditingkatkan dengan diadakannya BUMDes disetiap desa agar desa menjadi mandiri dan masyarakat mendapatkan pembelajaran dari diadakannya BUMDes tersebut. Nantinya BUMDes yang berada disetiap desa di Kabupaten Bantaeng ini akan mencoba inovasi yang unggul untuk pemberdayaan masyarakat dan memiliki pendapatan desa yang tinggi agar dapat meningkatkan pembangunan desa bahkan daerah..

B.     Saran
DPRD Kabupaten Bantaeng harus menjadi pembela kepentingan masyarakat desa dan selalu mendengarkan setiap aspirasi masyarakat dan mencoba mewujudkannya dengan nyata. Transparan dalam setiap anggaran yang masuk serta harus teliti dalam pemberian bantuan agar tidak dirasa salah sasaran bantuan yang diberikan.



DAFTAR PUSTAKA


Selasa, 16 Desember 2014



Peraturan kawasan pelarangan sepeda motor mulai berlaku pada Rabu (17/12/2014). Sepeda motor tak akan bisa lagi melintasi Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat di Jakarta Pusat, tepatnya dari Bundaran HI hingga kawasan Istana Negara.

Penerapan aturan ini masih berstatus uji coba dan akan berlangsung selama tiga bulan. Setelah masa uji coba, evaluasi akan dilakukan untuk melihat efektivitas peraturan tersebut dalam mengurai kemacetan dan mewujudkan ketertiban lalu lintas.

Bila dinilai efektif, penerapan peraturan akan diperluas ke kawasan lain. Indikator efektivitas tersebut tak hanya melihat ketertiban lalu lintas di badan jalan, tetapi juga di trotoar, merujuk pada perilaku pengendara sepeda motor yang tak jarang menyerobot trotoar dan menggunakan jalur khusus sepeda.

"Dengan tidak adanya sepeda motor, kita tidak hanya melihat apakah arus lalu lintas menjadi lebih tertib, tetapi juga apakah jumlah pejalan kaki dan pengguna sepeda meningkat, mengingat selama ini mereka adalah kelompok yang sering diintimidasi para pengguna sepeda motor," kata Kepala Dinas Perhubungan Muhammad Akbar, beberapa waktu lalu. 

Sejumlah bus gratis akan tersedia di sepanjang ruas jalan tersebut. Untuk tahap awal, bus gratis itu berupa bus tingkat pariwisata, bus sekolah, dan transjakarta yang dialihfungsikan.

Para pengendara sepeda motor diminta memarkir kendaraannya di gedung-gedung yang berderet menjelang Jalan MH Thamrin. Akan tetapi, tak ada pemberlakuan tarif khusus. Rata-rata tarif parkir di gedung di kawasan ini adalah Rp 2.000 per jam.

"Kami rekomendasikan 12 fasilitas parkir motor bagi pengguna sepeda motor yang akan melintas di MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. Nantinya mereka tinggal parkir, lalu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus gratis. Namun, kami tidak memberikan tempat parkir gratis dengan adanya penerapan kebijakan ini. Pengguna sepeda motor tetap membayar sesuai tarif yang ditetapkan," papar Akbar. 

Kedua belas gedung yang direkomendasikan untuk jadi tempat parkir adalah Carrefour Duta Merlin, Menara BDN, Gedung Jaya, Skyline Building, Sarinah, Gedung BII, Gedung Kosgoro, Plaza Permata, Gedung Oil, Wisma Nusantara, Grand Indonesia, dan lapangan IRTI Monas. Menurut Akbar, kapasitas gabungan dari 12 lokasi parkir itu adalah 6.528 sepeda motor. 

Three in one tetap berlaku

Dengan harapan aturan baru soal sepeda motor ini tak menimbulkan persepsi diskriminatif, peraturan three in one untuk mobil di ruas-ruas jalan utama Ibu Kota tetap diberlakukan sekalipun ada aturan baru soal sepeda motor ini.

"Jadi, nantinya three in one akan tetap berlaku. Info ini perlu kami sampaikan kepada para pengguna kendaraan roda empat," kata Sekretaris Daerah Saefullah. Waktu pemberlakuan pun tak berubah, yakni setiap Senin hingga Jumat, mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB, dan dari pukul 16.30 WIB sampai pukul 19.00 WIB.

Pengecualian untuk aturan baru soal sepeda motor akan diberikan hanya terhadap beberapa motor dinas. Tidak semua sepeda motor berpelat merah boleh melintas di jalanan ini. "Jadi, kalau motor-motor dinas biasa, misalnya sepeda motor dinas PNS, ya tidak boleh," kata Akbar.

Sepeda motor dinas yang diperbolehkan melintasi Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat hanyalah kendaraan operasional, seperti motor patroli lalu lintas milik polisi lalu lintas dan dinas perhubungan, motor pengawalan pengamanan pejabat, serta motor pasukan huru-hara dari kepolisian. 

Itu pun, lanjut Akbar, motor operasional bisa memakai pengecualian ini hanya untuk pelaksanaan tugas. "Boleh lewat saat lagi bertugas, saat pakai baju dinas. Kalau sedang tidak bertugas, tetap akan dilarang lewat," ujar dia.

Tak ada tilang 

Karena masih dalam tahap uji coba, kepolisian tidak akan ada memberikan tilang kepada pengendara sepeda motor yangnyelonong ke dua ruas jalan protokol Ibu Kota tersebut, selama surat dan kelengkapan sepeda motor tak bermasalah.

Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Bakharuddin Muhammad Syah mengatakan, selama tiga bulan masa uji coba aturan baru ini, tindakan yang dilakukan hanya "mengusir" sepeda motor yang salah masuk jalan.

"Kami cek dulu surat-suratnya ataupun kelengkapan kendaraan. Kalau semuanya lengkap, silakan melewati jalan lainnya (jalan alternatif). Namun, kalau ada kekurangan, baik surat-surat maupun kelengkapan kendaraan, kami akan melakukan penindakan," kata Bakharuddin.

Jalan alternatif

Berdasarkan peta yang dilansir oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jalan-jalan alternatif yang bisa digunakan untuk mencapai gedung-gedung di sepanjang Jalan MH Thamrin adalah sebagai berikut:

Sisi barat: 
  • Jalan Kebon Kacang (jalan ini bisa digunakan untuk mencapai Grand Hyatt, Plaza Indonesia, EX Plaza, Menara Topas, dan gedung-gedung lainnya yang masih sejajar).
  • Jalan Kampung Bali (jalan ini bisa digunakan untuk mencapai Menara Thamrin, Gedung BPPT, Kantor Kementerian Agama, dan gedung-gedung lainnya yang masih sejajar).
  • Jalan Budi Kemuliaan (jalan ini bisa digunakan untuk mencapai Menara Indosat, Kantor Kementerian Pariwisata, dan gedung-gedung lainnya yang masih sejajar).
  • Jalan Tanah Abang Timur (jalan ini bisa digunakan untuk mencapai Museum Nasional, Kantor Kemenko Polhukam, dan gedung-gedung lainnya yang masih sejajar).
  • Jalan Abdul Muis (jalan ini bisa digunakan untuk mencapai Gedung MK, Kantor Kemenhub, dan gedung-gedung lainnya yang masih sejajar).

Sisi timur: 
  • Jalan Agus Salim (jalan ini bisa digunakan untuk mencapai Wisma Nusantara, Hotel Pullman, Wisma Kosgoro, Sarinah, kawasan Sabang, hingga Kantor Kementerian ESDM).

Sementara itu, bagi pengendara yang ingin melintas langsung tanpa berhenti di gedung-gedung yang ada di Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat, berikut ini rute-rute yang bisa dilalui: 

Dari selatan ke utara (Senayan ke Harmoni) 

Jalur alternatif sisi barat: 
Jalan Jenderal Sudirman-Dukuh Atas-Jalan Karet Pasar Baru-Jalan KH Mas Mansyur-Jalan Cideng Barat-Berputar (u-turn) -Jalan Cideng Timur-Jalan Kebon Sirih-Jalan Abdul Muis-Jalan Majapahit-Jalan Gajah Mada, dan seterusnya.  

Jalur alternatif sisi timur: Jalan Jenderal Sudirman-Jalan MH Thamrin-Bundaran HI-Jalan Sutan Syahrir-Jalan Sutan Syahrir-Jalan KH Agus Salim-Jalan Kebon Sirih-Jalan MI Ridwan Rais-Jalan Medan Merdeka Timur- Jalan Medan Merdeka Utara-Jalan Majapahit-Jalan Gajah Mada, dan seterusnya. 

Dari utara ke selatan (Harmoni ke Senayan)

Jalur alternatif sisi barat: 
Jalan Hayam Wuruk-Jalan Juanda-Jalan Veteran 3-Jalan Medan Merdeka Utara-Jalan Majapahit-Jalan Abdul Muis-Jalan KH Mas Mansyur-Jalan Karet Pasar Baru-Jalan Galunggung-Dukuh Bawah-Jalan Jenderal Sudirman, dan seterusnya. 

Jalur alternatif sisi timur: 
Jalan Hayam Wuruk-Jalan Juanda-Jalan Pos-Jalan Gedung Kesenian-Jalan Lapangan Banteng Utara-Jalan Lapangan Banteng Barat-Jalan Pejambon-Jalan Medan Merdeka Timur-Jalan M Ridwan Rais-Jalan Tugu Tani-Jalan Menteng Raya-Jalan Cut Mutia-Jalan Sam Ratulangi-Jalan HOS Cokroaminoto-Jalan Galunggung-Dukuh Bawah-Jalan Jenderal Sudirman, dan seterusnya.




Undang – undang praktik Keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada kongres Nasional kedua di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.
Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Tanggal 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan. PPNI menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos, Kamboja dan Vietnam adalah empat Negara Association of South East Asian Nations (ASEAN) yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara Asia, terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang berdampak pada sulitnya menembus globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara lain, sementara mereka akan mudah masuk ke negara kita.
Rumusan Masalah
  1. Apa definisi dan tujuan praktik keperawatan?
  2. Mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.?
  3. Mengapa (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan
  4. Apa saja isi Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan?
  5. Apa tugas pokok dan fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan ?
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk:
  1. mengetahui masalah-masalah RUU praktik keperawatan.
  2. mengetahui definisi dan tujuan praktik keperawatan
  3. mengetahui pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan terkait dengan profesi
  4. meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
  5. mengetahui isi Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan
  6. mengetahui tugas pokok dan fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan
Pembahasan
1. Definisi dan Tujuan Praktik Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan system klien dan tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok .
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
2. Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan .Fenomene “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedung
puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%.
Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan “gray area” sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak dipertanggungjawabkan secara professional.
Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntunan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat yang memeuhi persyaratan yang mendapat izin melakukan praktik keperawatan.
Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi . Uraian diatas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan. Sejak dilaksanakan Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam memajukan profesi Keperawatan.
Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi RUU Keperawatan pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI memperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU Keperawatan berada pada urutan 250-an pada program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang ada pada tahun 2007 berada pada urutan 160 (PPNI, 2008).
Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI.
Dalam UU Tentang praktik Keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi:
“Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah Keperawatan berdasarkan kode etik dan standar pratik keperawatan”.
Dan pasal 2 berbunyi:
“Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan Keperawatan”.
3. PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan
Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia, PPNI lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
Pertama, Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggun gugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga, kelompok dan komunitas.
Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Indonesia menghasilkan demikian banyak tenaga perawat setiap tahun. Daya serap Dalam Negeri rendah. Sementara peluang di negara lain sangat besar. Inggris merekrut 20.000 perawat/tahun, Amerika sekitar 1 juta RN sampai dengan tahun 2012, Kanada sekitar 78.000 RN sampai dengan tahun 2011, Australia sekitar 40.000 sampai dengan tahun 2010. Belum termasuk Negara-negara Timur Tengah yang menjadi langganan kita. Peluang ini sulit dipenuhi karena perawat kita tidak memiliki kompetensi global. Oleh karena itu, keberadaan Konsil Keperawatan/Nursing Board sangat dibutuhkan.
Konsil ini yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Konsil bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan). Konsil akan bertanggungjawab langsung kepada presiden, sehingga keberadaan Konsil Keperawatan harus dilindungi oleh Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Tentunya kita tidak ingin hanya untuk memperoleh pengakuan Registered Nurse (RN) perawat kita harus meminta-minta kepada Malaysia, Singapura atau Australia. Negara yang telah memiliki Nursing Board. Mekanisme, prosedur, sistem ujian dan biaya merupakan hambatan. Belum lagi pengakua dunia internasional terhadap perawat Indonesia. Oleh karena itu, sesuatu yang ironis ketika banyak negara membutuhkan perawat kita tetapi lembaga yang menjamin kompetensinya tidak dikembangkan. Kepentingan besar itulah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh PPNI. Usaha yang telah dilakukan PPNI adalah beberapa kali melobi Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan dan DPR untuk melolosan RUU Praktik Keperawatan menjadi Undang-Undang. Tetapi upaya itu masih sulit ditembus karena mereka menganggap urgensi RUU ini masih dipertanyakan. Sementara tuntutan arus bawah demikian kuat.
4. Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan:
UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan, Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
UU Kesehatan No. 14 tahun 1964 tentang Wajib Kerja Paramedis, Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979, membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986 tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point, dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: Pertama Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah, Pasal 53 ayat 4 juga menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
5. Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan
Fungsi Keperawatan
Pengaturan, pengesahan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Tugas Keperawatan
  1. Melakukan uji kompetensi dalam registrasi keperwatan,
  2. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik keperwatan untuk melindungi masyarakat.
Wewenang
  1. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi keperawatan,
  2. Mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi profesi keperawatan dan asosiasi institusi pendididkan keperawatan
  3. Menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh perawat
  4. Menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan oeh perawat
  5. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan
Penutup
Kesimpulan
  1. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan.
  2. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat.
  3. Tanggal 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, memontum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan.
  4. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat.
  5. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam jumlah besar.
  6. Perawat Indonesia dinilai belum bisa bersaing ditingkat global.
  7. Undang Undang Praktik Keperawatan, terlalu terlambat untuk disahkan, apalagi untuk dipertanyakan. Sementara negara negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang- Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.
  8. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
  9. Konsil keperawatan bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan).
  10. RUU Praktik Perawat, selain mengatur kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan profesi perawat, kesejahteraan perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin perlindungan kepada pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia.
Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut:
  1. Indonesia memerlukan Undang-Undang yang mengatur segala hal tentang dunia keperawatan. Apalagi akan dibukanya pasar bebas AFTA 2010
  2. Diharapkan Menkes proaktif dengan DPR segera membahas RUU agar dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang
  3. Para perawat harus mempunyai izin dari suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk
  4. memberikan izin praktek bagi perawat, sehingga bisa melindungi pasien.